Full Day School Dari Sudut Pandang Seorang Bunda





Beberapa hari ini timeline banyak dipenuhi berbagai tanggapan tentang full day school yang akan diterapkan mentri pendididikan .  Kalau menurut aku pribadi, full day school ini belum bisa diterapkan di Indonesia.Terlalu banyak  hal-hal yang mesti dibenahi, sekolah-sekolah yang jauh bagi anak yang ada di daerah, sekolah-sekolah yang menerapkan ada kelas pagi dan sore bahkan dengan nomor sekolah yang berbeda, misalnya jika pagi hari SDN 01 Pagi kelurahan xxx dan untuk sore beda nomor sekolah, kemudian dari sisi guru apakah mencukupi baik dari kuantitas, kualitas, dan gaji #eh.


Banyak yang pro dan kontra soal ini    masing-masing mempunyai alasan yang kuat dan memiliki sudut pandang sendiri-sendiri. Namun kebanyakan dari netizen semua berpendapat dari sisi anak yang menjalani full day schooll. Ada yang  beralasan full day school gak perlu karena akan memporsir berpikir anak, kemungkinan akan membuat anak lelah, stress, bahkan tak akan menutup kemungkinan anak akan sakit karena kecapaian, dan merampas hak bermain anak, merampas masa kecil mereka. Sebagian berpendapat itu tak mengapa karena dapat “memagari anak” dari pengaruh lingkungan yang buruk, full day school membuat anak agar berprilaku lebih positif.

Hampir  memberikan alasan dari sisi kepentingan anak yang menjalani full day school. Adakah yang berfikir memberikan pendapat dan alasan dari seorang Bunda atau seorang ayah??
Dicintai , disayang, dimanja, memang kita butuhkan dan akan membuat seseorang bahagia. Tapi jangan lupa kita bukan cuma butuh disayangi tapi juga butuh menyayangi, butuh dicintai tapi juga butuh mencintai,  dimanja itu asik tapi memanjakan itu punya debar bahagia sendiri.

Coba hitung mana banyak orang tua bekerja atau tidak bekerja di Indonesia ini.  Pasti banyak yang jadi ibu rumah tangga. Coba bayangkan jika anak pulang sore hari? Kapan  seorang ibu bisa bercengkrama dengan anak, bisa main bersama anak. Pulang-pulang anak sudah lelah, mandi, istirahat menjelang malam, makan malam, tidur, besok bangun lagi, sekolah lagi. Tak ada lagi teriak-teriak nyuruh anak bobok siang, menemani mereka makan siang, atau menemani mereka bermain  sore hari, karena kegiatan mereka habis disekolah. Orang tua butuh melampiaskan cinta dan sayang kepada anak-anaknya. Jangan heran banyak orang tua yang hilang rasa lelah saat tiba dirumah ketika melihat anak-anaknya bercanda ria  atau mengejar kedatangannya. Bayangkan jika mereka pulang bersamaan dengan rasa lelah yang sama?.


Apakah guru-guru yang mengajar disekolah bukan seorang bunda atau ayah?. Tentu seharian mereka akan sibuk mengurusi murid-murid mereka. Jika guru itu juga seorang bunda, tentu juga merasa sedih karena seharian meninggalkan anak, apalagi bagi mereka memiliki  anak bayi atau balita. Sungguh keputusan akan diterapkannya full day school akan merampas hak dari dua sisi, anak yang banyak diasuh guru, dikhawatirkan ibu atau ayah lambat laun tanpa sadar kurang merindukan anak setiap hari, karena sudah terbiasa. Bisa dikatakan sekolah sehari penuh  dapat   mengurangi  bahkan merampas interaksi antara anak dan orang tua.  Padahal mendidik anak itu adalah kewajiban orang tua, dan guru  hanya membantu, madrasah pertama dan utama itu adalah dirumah.

 Apalagi full day school  ini hanya berlaku pada sekolah dasar dan menengah pertama, yang notabene masih perlu banyak butuh perhatian orang tua. Ada seorang ibu yang begitu bahagia sekali ketika anak mereka diusia SMA bahkan kuliah masih suka minta suapin ibunya, karena ibunya merasa dihargai,merasa dicintai , merasa dianggap. Bagaimana jika sedari kecil anak udah dibiasakan “jauh”  dari orang tua lama-lama akan kehilangan chemistry  antara ibu dan anak.
Lagi pula alasan-alasan yang diambil oleh mentri pendidikan untuk sekolah seharian itu masihh agak ngambang:

“ Dengan system fullday  anak secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika  orang tua masih bekerja”
Karakter yang bagaimanakah?? Apakah anak tak semakin liar ketika sewaktu-waktu libur, karena merasa bebas karena hari-hari mereka terkungkung. Aman ketika orang tua bekerja??  Baik lah..mungkin memang aman, tapi coba deh pikir ulang mana banyak orang tua yang bekerja atau yang tidak?? Mungki sebagian masyarakat kota banyak orang tua yang bekerja, tapi Indonesia bukan hanya terdiri dari kota-kota, tapi banyak bertebaran desa-desa yang justru sangat mencil, yang mana bekerja itu hanya tugas suami dan ibu yang mendampingi dan mendidik mereka dirumah. Jika hanya pertimbangan untuk menjaga anak, ketika orang tua bekerja, maka orang tua lebih faham dimana yang lebih aman menitipkan anak-anaknya.

Dizaman sekarang banyak Bunda yang faham terhadap pentingnya pengasuhan orang tua  terhadap perkembangan psikologis dan karakter anak. Dengan alasan itu banyak Bunda yang berhenti bekerja dan memilih bekerja/berkantor di rumah. Jika pun ada yang bekerja diluaran mungkin suatu keterpaksaan hanya untuk membantu ekonomi keluarga, mungkin juga dengan alasan karir tapi itu semua tentu sudah dipertimbangkan dan dibicarakan dalam keluarga.

“ Jika anak ingin  mengaji bagi umat islam , bisa memanggil staff pengajar atau ustadzh kesekolah, takutnya kalau belajar mengaji diluaran diajari ajaran menyimpang”
Bukankah  alasan itu untuk membentuk karakter anak, bagi aku nih justru psikologis anak akan berkembang jika belajar bergaul dilingkungan masjid atau musholah. Dengan begitu karakter mereka menjadi baik karena dilingkungan  masjid yang isha Allah berakhlak baik. Anak butuh  bergaul dunia luar dan bukan bertemu atau berteman dengan orang yang itu-itu saja. Yang perlu diketahui dan dipastikan segala aliran sesat yang menyimpang tak pernah bersumber dari masjid, biasanya gubuk dihutan, atau rumah-rumah  tertentu, karena mereka tahu mereka menyimpang maka mereka sembunyi dari warga, kalo ketahuan pasti dibakar kan..?? jadi itu cuma ketakutan yang dibuat-buat.


Jadi menurutku mau pilih full day atau tidak biarlah orang tua yang memutuskan dimana anak –anak mau disekolahkan. Bukankah sekarang banyak Sekolah Islam Terpadu  yang bisa menjadi pilihan umat muslim, atau sekolah asrama yang lainnya. Lagi pula apa sekolah umum bisa menyediakan fasilitas  sesuai minat anak, misalnya les music,  bela diri, balet, matematika, sempoa dll, dijamin pengelola sekolah yang stress duluan, atau dapatkah memberi  penghargaan kepada guru dengan gaji yang lebih tinggi jadi gakkan ada lagi kepikiran bakalan nitip kue diwarung-warung, gak kepikiran buat bisnis online, gak kepikiran buka warung kecil dirumah. Full day school di indonesia?? masih jauh deh...

Menurut temans gimana nih… apakah setuju pilihan full day school itu menjadi pilihan dan keputusan orang tua dan keluarga masing-masing? Ataukah disama ratakan untuk sekolah negri dan swasta juga untuk wilayah kota dan pedesaan??

----
                                                                                                                                                                                         

14 komentar

  1. Betul Mbak. Biarlah ful day atau nggak jadi keputusan pribadai orang tua. Pendidikan terbaik tetap dr orang tua. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya... apalagi diindonesia banyak kok yang sekolah full day,, orang tua bisa memilahkan untuk anak.. jadi gak disamain semua..karena gak semua yang bisa

      Hapus
  2. Anakku pulang dari sekolah jam 2 siang. Itu saja menurutku udah capek ya. Walau dia masih aktif bermain bersama teman sepulang sekolah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. minimal ada isttirahatnya lah..mab, biasanya didaerahku,, anak2 balik sekolah lagi..buat pelajaran agama..

      Hapus
  3. Aku memiliki pandangan yg lain ttg full day school, boleh lah ada full day school di suatu daerah atau tempat, itu bebas dan merupakan otonomi sekolah membuat full day atau tidak, tapi akan menjadi suatu keberatan jika full day school menjadi peraturan yg wajib diterapkan di seluruh wilayah indonesua, karna masih banyak sekolah yang harus dibenahi dari segi kualitas bangunan fisik juga kualitas gurunya, full day school itu sampai sore loh, paking tidak pihak sekolah harus menyediakan tempat istirahat yang layak untuk tidur siang dan makan siang, sedangkan masih banyak sekolah yg fasilitas kelasnya saja masih memprihatinkan, boleh lah ada fullday school, jd anak tidak perlu les tambahan dan wajib ada materi pendalaman agama, kalau mewujudkan hal2 tersebut saja tidak mampu mending ga usah aneh2 deh pak mentri, hehe.. Maap jadi panjang komennya.. Kangen pak anies :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo sekolah siap... gak apa sih...
      tapi dengernya udah dibatalin lagi..hahahahaha

      Hapus
  4. Eh, aku baru berkunjung kesini.. Salam kenal ya kak ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal kembali terimakasih sudah berkenan mampir..

      Hapus
  5. Jujur nih, saya baru tau ada isu ini. Maklum, jarang nonton tv dan buka-buka Twitter.

    Bicara soal full day, di MI (setara SD) yang ada di deket rumah saya, udah diberlakukan sistem ini, bahkan sejak 4 tahun lalu, kalo gak salah. Dan, si murid emang banyak yang ngeluh, termasuk sepupu kecil saya yang sekolah disitu.

    Tapi, pemberlakuan sistem ini dikompensasi dengan jatah libur. So, libur mereka dua hari, sabtu dan minggu. Dan dari pengamatan saya, everything's fine. Baik dari pihak si anak maupun orang tua. Mungkin ini karena jatah akhir pekan yang lama :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya..tapi ortu suka anter jemput..., nah kalo seharian disana..kasian anak.., ga bisa pulang istirahat dulu..

      Hapus
  6. Hai Mbak Nova, salam kenal :)
    Jujur "agak nggak setuju". Toh kalau memang mau full day school, sudah ada banyak dari dulu. Kayak pesantren, boarding house, untuk yang benar-benar mantap. Semua pilihan ya, Mbak. Bagaimanapaun Ibu dan Ayah adalah pendidik karakter palinbg sejati :)

    BalasHapus
  7. saya tinggal di papua, lebih dari 17 tahun, di daerah pedalaman, tak jarang guru saja tak pernah hadir di sekolah hingga berbulan-bulan...infrastruktur sekolah jauh dari layak... lantas bila FDS diberlakukan bagaimana nasib mereka? Sistem pendidikan di Indonesia saja masih perlu banyak pembenahan, kurikulum masih berantakan...Istri saya kebetulan seorang guru, diungkapkan olehnya, kadang menghabiskan banyak waktu di sekolah, sama saja dengan melempar tanggung jawab kepada guru untuk membentuk karakter anak..padahal peran terbesar justru berada di pundak orang tua. Panjang yaaa....hahahahaha

    BalasHapus
  8. kalau menurut saya memang keputusan orang tua, tapi orang tua harus paham benar dengan konseskuensinya..
    kurang komunikasi akan menyebabkan anak menjauh, jangan salahkan mereka jika saat dewasa mereka tidak terlalu perduli dengan orang tua...

    BalasHapus
  9. Huuuh, itu si bapak Menteri teh gak mikir dulu, gak konsultasi dulu dengan para KepSek, para Ortu, hehe...penuh donk GBK, belum2, baru juga diangkat udah ngeluarin pengumuman yang belum pasti bisa dijalankan. Buktinya?? Emang dibatalin, ya? Belum baca bundanya, wkwkwk...pak Menteri kecele kali ya. Alhamdulillah. Mau ikutan LN yang anak-anak sekolah really onne full day, ya gak bisa lah...lha wong kondisinya aja beda...#gerutusendiri.

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungannya, jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya di sini yach...:), Tidak terima komentar spam dan komentar mengandung Link,brokenlink , dan harus menggunakan nama semestinya , anonim dan merk tidak akan diterbitkan.