Ibu Kasihmu Sebening Mutiara

Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa..
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
(Cipt. Pak SM. Mochtar)


Tak ada salahnya aku memulai tulisan ini dengan sebuah lirik lagu yang semua orang hafal dengan lagu ini,, dengan kesederhanaan bahasanya yang mudah dimengerti orang-orang sehingga lagu ini menjadi pengingat bahwa Ibu adalah segalanya. Menyimbolkan ibu bagai sang Surya taklah berlebihan karena sang surya memberi nyawa bagi kehidupan didunia ini, begitu pula dengan kasih seorang ibu yang menyayangi dengan sepenuh jiwa bahkan nyawapun jadi taruhannya.Masih ingatkah cerita dizaman nabi Sulaiman. Seorang ibu yang menangis karena bayinya telah ditukar dengan mayat bayi yang lain. Dia rela anaknya diberikan kepada orang lain dari pada harus dibelah menjadi dua, karena bayi jadi rebutan dengan ibu yang lain. Walaupun itu cuma taktik Nabi sulaiman untuk mengetahui mana ibu yang asli atau yang bukan. Bahkan Rasulullah SAW menempatkan posisi ibu tiga kali diatas penghomatan terhadap ayah, mengingat pengorbanan ibu mulai saat mengandung,melahirkan, meyusui , merawat ketika sakit dan mendidik kita hingga dewasa. Jasa seorang ibu takkan pernah terbalas walau kita bawakan gunung emas sekalipun, penghormatan terhadapnya adalah jalan menuju surga

Paragraph diatas hanya pengantar tulisan ini untuk menggambarkan bahwa kasih seorang ibu tak dapat diukur dengan apa pun,. Dalam kata, senyum, diam dan marahnya ibu selalu tersimpan do’a untuk anak-anaknya. Bagai air di samudera luas hati ibu tak pernah kering dari rasa cinta dan kasih, walau ia dalam keadaan jengkel, marah sekali pun. Kemarahannya adalah rasa perhatian yang ditunjukkannya, agar kita tak terjerumus kedalam keburukan dunia dan akhirat.



Jujur saja dulu aku pernah merasa bahwa ibuku itu terlalu cerewet, dan suka mengatur , suka melarang ini itu. Apa lagi jika dibandingkan dengan teman-teman ku aku merasa terzolimi. Teman-teman bisa main sesukanya , sedangkan aku terikat dengan rutinitas pekerjaan rumah. Bahkan tak jarang ibuku memukul kakiku dengan kayu atau sapu lidi karena tidak sholat ataupun malas mengaji. Ibuku juga suka marah-marah jika hari minggu aku belum mencuci baju dan sepatu sekolahku, padahal teman-teman, ibu mereka yang mencucikan dan mereka bisa bermain seharian. Air mataku selalu mengalir menangis, sedih, merasa aku anak yang tak diakui, aku kesal sekali atas sikap ibu.

Saat ini.., air mata ku juga mengalir… tapi bukan air mata kekesalan akan sikapnya yang ku anggap tak menyayangiku atau merasa dibenci olehnya. Tapi bulir-bulir penyesalan dan perasaan berdosa yang telah berprasangka buruk terhadapnya. Padahal segala yang telah dilakukannya adalah demi kebaikan dan melatih kemandirian ku. Keluarga ku bukanlah orang yang berada yang bisa memasukkan anak-anaknya ke bangku Taman Kanak-kanak, aku begitu sekolah langsung masuk Sekolah Dasar. Tapi Hebatnya (aku sih..merasa hebat) aku sudah bisa membaca lancar dan berhitung, juga hafal beberapa surat pendek Al-qur’an. Belajar dari siapa? Semua dari ibu ku, aku tidak pernah belajar diluar kecuali sekolah, belajar mengaji dan membaca itu di rumah, kami tak punya uang tambahan untuk belajar diluar, semua ibu yang mengajar dan diselingi juga dengan Ayah.

Kenapa dulu ibu terasa mengekangku, dan mesti melakukan pekerjaan rumah, itu karena ingin aku mandiri dan bisa melakukan semuanya. Dulu kelas 3 SD aku sudah punya kewajiban menanak nasi di tungku kayu, mencuci piring setelah sholat subuh, menyapu halaman ketika sore , menyetrika baju sekolah sendiri, dengan setrikaan arang. Ah… itu bukan sebuah penzoliman dari orang tua, tapi sebuah didikan yang artinya baru ku pahami sekarang. Mungkin ada yang bertanya terus kerjaan ibu apa? Kalau yang menanak nasi aku. Ibu ku berjualan tepatnya berdagang makanan di sebuah sekolah dari pagi hingga sore hari dan ayah ku bekerja diluaran. Ibuku ingin kami mandiri dan disiplin dalam hidup , tak boleh bermanja-manja. Ibu… hati mu bagai seluas samudera mungkin yang saat itu kulihat hanyalah keruhnya air laut, tapi didalam hatinya tersimpan beribu mutiara kasih yang siap dcurahkan pada anak-anaknya yang saat ini ku panen hasilnya dari didikannya.

Apa lagi saat ini, aku sedang mengandung anakku yang pertamaku, rasa penyesalanku yang telah bersuuzon padanya semakin dalam. Apa lagi beberapa waktu yang lalu itu ia berkata “Anak perempuan ku udah 3 yang melewati kehamilan dan melahirkan, dan ikam (kamu) yang ke ampat, tapi ntah mengapa rasa cemasnya beda…setiap hari aku mendoakan semoga ikam sehat, selamat melahirkan lancar” kira-kira itulah yang dia katakannya bercampur dengan bahasa Indonesia dan bahasa banjar. Hati ku semakin pilu melihat keadaannya yang kini tak sekuat dulu yang gigih menjalani kehidupan, yang kini hanya mengandalkan tongkat untuk berjalan. Walau fisiknya tak sekuat dulu, tapi hatinya selalu terpaut pada bait-bait do’a sebagai pelindung untuk anak-anaknya. Terimakasih Ibu… atas segala cintamu..yang jika ku kumpulkan tak kan cukup samudera menampungnya.


“Allahummaghfir lii wa liwaalidayya warhamhuma kamaa rabbayani shagira”


------

“Artikel ini diikutkansertakan pada kontes Unggulan :Hati Ibu Seluas Samudera”

11 komentar

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  2. baik.. Makasih dhe..., salam juga dari Riau :)

    BalasHapus
  3. mba orang banjar ya? ibu saya juga asli banjar:)

    barokallah untuk ibunya mba....

    BalasHapus
    Balasan
    1. ibu saya keturunan banjar...lahir di riau...

      Makasih mba... :)

      Hapus
  4. Sama. aku sempat berprasangka buruk pada Mama'ku namun segalanya berbuah terimakash karena aku belakangan tahu itu semua untuk kebaikanku. Lagi-lagi mar mengirim doa untuk wanita terkasih.


    mampir jg ya http://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/2014/11/mama-rahasia-di-bali-kediaman.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. ternyata kita punya cerita yang hampir sama ya....
      Terkadang sifat kekanakan membutakan hati kita....

      Ok... Sudah meninggalkan jejak...

      Hapus
  5. Terharu banget mbak bacanya :(
    Sukses untuk GA-nya
    Jangan lupa ikut GA ku ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. selalu ada keharuan...jika mengenang kebaikan ibu....makasih mba...

      Mudah2an...bisa ikutan GA mba Esti...

      Hapus
  6. Barakallah untuk ibunya ya mak ... memang pembelajaran seperti yang beliau berikan itu amat bermanfaat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimakasih mak niar...
      Setiap orang tua selalu inginkan yang terbaik untuk anak2nya....
      Walau caranya kadang dianggap'anak terlalu keras....

      Trimakasih kunjungannya mak...

      Hapus
  7. terkadang saat kita masih menjadi anak..perasaan tak senang selalu ada saat ibu menegur atau memarahi kita, padahal itu semua untuk kebaikan kita sendiri,
    dan rasa sesal muncul disaat kita sudah menjadi orangtua yang mempunyai anak.....
    selamat berlomba..semoga menjadi salah satu yang terbaik...,
    keep happy blogging always,,,salam dari Makassar :-)

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungannya, jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya di sini yach...:), Tidak terima komentar spam dan komentar mengandung Link,brokenlink , dan harus menggunakan nama semestinya , anonim dan merk tidak akan diterbitkan.