Kejutan Tak Terduga



Siapa ya?!
Lisa mempercepat langkahnya, tiba-tiba rasa takut menyergap, debar jantungnya pun semakin tak beraturan, belum pernah ia diikuti oleh orang tak  di kenal seperti ini, ia memberanikan diri menoleh kebelakang, dia melihat sosok yang mengikutinya, sekilas yang dilihat malah tersenyum kepadanya.
Degh!
Kini bukan jantungnya saja yang berdegup, tapi kakinya juga menjadi lemas. Siapa sih cowok itu, bersepatu, berjaket hitam dan ransel dipunggung itu, bertopi dan mengenakan kaca mata hitam itu, apa maksudnya mengikuti ku seperti ini, duh... Mana jalanan sepi lagi , jangan-jangan punya niat jahat lagi .Semakin dipercepat langkahnya, dan sekarang setengah berlari. Sial , di lihatnya pria itu ikut berlari-lari kecil mengejarnya.

Siang menjelang sore, matahari cukup terik, jam-jam seperti ini, jalanan komplek memang sepi, karena jam-jamnya orang-orang pada tidur siang atau beristirahat dirumah.  Jam 2 siang, perutnya terasa makin lapar di tambah dengan rasa takut, di pegangnya perutnya yang makin keroncongan itu. Nafasnya mulai terengah-terengah, di tolehnya pria di belakang, masih mengikutinya, dia tidak bisa  melihat jelas siapa pria yang menguntitnya, sejak turun dari angkot di halte depan, memang pria itu menjaga jarak dari nya.

Sedikit mengangkat rok SMAnya yang panjang, agar lebih leluasa melangkah, semakin di percepatnya langkah, sekali lagi di tolehnya pria itu. Kali ini pria itu terlihat jongkok membenarkan tali sepatunya yang lepas dengan posisi kepala menunduk.
Yes! Lisa bersorak dalam hati..
Ini saat yang tepat untuk bersembunyi.
Ya..di pengkolan depan ada bak sampah, dan sebatang pohon mangga, itu tempat  yang pas untuk bersembunyi. Hanya sepuluh langkah. Lisa langsung jongkok di pojokan bak sampah,dan menunduk dalam-dalam. Jantungnya makin berdebar, apa lagi suara langkah terdengar makin dekat. Di pasangnya telinga baik-baik.
Tapi..kok sepi..
Oh.. pasti sudah lewat....
Hhhf...ia menarik nafas lega, tapi belum sempat mengangkat kepalanya.
Plak!
Auuuu!!!!
Sebuah pukulan mendarat di bahunya, Lisa berteriak histeris
"Hei! Ngapain kamu disini.... Pipis sembarangan ya!?" Suara berat menegurnya..
"Nggak! Nggak! Saya ga pipis....!!"
Suara lisa bergetar penuh rasa takut, kepalanya tetap menunduk..
Kemudian ia memberanikan diri  berbalik menghadap pria yang menepuk pundaknya.
Aaaaaa!
Lisa kembali berteriak kaget , menyadari pria yang dihadapannya adalah pria yang menguntitnya. Lisa melompat kebelakang, Tapi sayang kaki kanannya, tersandung batu, dan iya kehilangan keseimbangan.
Tapi..
Hap!
Pria itu cepat menggapai tangan lisa, menarik menahan agar Lisa tak terjatuh.
"Jangan! jangan! Ampun jangan ganggu saya.." Lisa menggigil
"Ha ha ha.....!!!"
Pria itu terpingkal-pingkal, tertawa lebar...
Lisa mengerutkan kening...
Lalu pria itu..membuka topi, dan kaca mata hitamnya..
"Ya Ampun..!!! Mas Haris!!" kali ini Lisa berteriak .senang, mas haris adalah kakak kandungnya yang kerja di Jambi, yang telah delapan bulan tidak pulang.
"Mas...Haris ngapain..sih.... Ngikutin aku, mas kapan pulang....???" Seraya menggenggam tangan kakaknya itu, dengan bahagia.
"He-he, tadi ketika di halte  Mas mau manggil kamu, tapi ketika Mas ikuti kamu seperti orang takut, ya kukerjain sekalian hahahahah" Haris tertawa puas..
"Ih..mas jahat !! tadi itu aku hampir pingsan karena kaget tauk!!"
Sambil menjewer telinga haris..
"Oh...berani kamu ya....he." haris mencubit hidung adiknya itu.
"Ampun....ampun...sakit tauk" Haris melepas cubitannya.
"Ya sudah... Sekarang mending kita pulang, laper..."
"Iya nih...perut kakak juga keroncongan...."
 
***
Ha..ha. .ha
Ibu Tono terkikik, mendengar cerita Putri bungsunya, bahwa telah di kerjai oleh Haris, Putra pertama nya itu.
"Ya..sudah sekarang kalian ganti baju dulu...., cuci muka...mari kita makan siang, Ibu juga dah laper..nunggu kalian dari tadi.."
"Ah..ntar aja ganti bajunya bu...Lisa udah laper...gemetaran nih..."
"He he iya  bu...., aku kekamar mandi dulu cuci muka, kemudian langsung makan ya...."
"Loh.... Ibu banyak banget masaknya.., enak lagi...." Lisa kaget melihat makan siang ada beberapa menu.
"Ibu sudah tau Mas mu bakal  datang hari ini, Makanya ibu masak yang spesial.."
"Kenapa ibu gak beri tahu...kalau Mas Haris Pulang hari ini....?" Lisa protes.
"Aku yang larang ibu , agar  tidak memberi tahu kamu dulu...."
Haris keluar dari kamar mandi, setelah memcuci  wajah, tangan dan kakinya yang kotor oleh debu. Maklum perjalanan Jambi Pekanbaru  cukup jauh.
"Sukses.. Ya...?? Semuanya mengerjai aku hari ini...." sambil meneguk Es sirup kesukaannya.
"Yukk...sekarang kita makan dulu..., setelah ini..."
Ibu Tono..tak melanjutkan kata-katanya...
"Setelah ini apa bu.....?"
"Dah.. Makan dulu, cerewet kamu.." Haris memotong bicaranya..
Lisa bersungut-sungut cemberut manja. Ibu Tono hanya tersenyum melihat tingkah anak-anaknya.
Kemudian Hening,
Keluarga kecil itu ..begitu menikmati makan siang mereka dengan lahap, tanpa suara...hanya diselingi lirikan dan senyuman. Mungkin mereka begitu lapar dan terlambat makan siangnya.
Dalam hening, Lisa bersyukur memiliki Kakak dan ibu yang menyayanginya, dan kebahagiaan ini begitu kurang lengkap tanpa kehadiran  Ayah. Tapi Lisa, tak bisa protes...karena Ayah takkan pernah kembali selamanya akibat penyakit paru yang  derita ayahnya, dan wafat setahun lalu.
Tak terasa air matanya mengalir...dan terisak.
Kakak dan ibunya kaget.
"Kenapa kamu Lis...., apa masakan ibu terlalu pedas..?"
"Atau perut kamu sakit...??!" Haris menimpali.
Lisa menggeleng dan menyudahi makannya dan berlari kekamar
Langsung membenamkan wajahnya ke bantal, dan menangis tersedu-sedu.
Haris berdiri untuk menghampiri adiknya itu, tapi Ibu tono memberi isyarat agar ia melanjutkan makan siangnya.
"Biarkan saja..., Lisa memang suka begitu, biar  ibu saja yang menenangkannya.."  Ibu Tono beranjak menghampiri
Dibelainya dengan lembut kepala Lisa yang tertutup kerudung putih.
"Lis... Kamu kenapa menangis, apa kamu marah karena telah kami kerjai?"
Lisa mengeleng...dengan wajah masih tertutup bantal.
"Lalu apa? "
Lisa mengangkat wajahnya, dan duduk menghadap ibunya di tepi tempat tidur.
"Ingat ayah, bu...." mengusap pipinya yang basah.
Mata bu Tono berkaca-kaca..
"Lisa ingat ayah bu, kangen sekali., seandainya ayah ada... Sungguh lengkap hari ini"
"Iya... Ibu juga kangen, malah tiap hari lagi.., tapi Allah lebih sayang sama ayah...., kita mesti sabar dan ikhlas nak...." bu tono terisak dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Lisa jadi merasa bersalah telah membuat ibunya menangis, andai saja dia tidak memulai tentu ibu tak akan menangis.
"Maaf kan Lisa bu, Lisa tidak bermaksud membuat ibu sedih." Lisa memeluk ibunya, Bu Tono mengangguk dan membalas pelukan Lisa. 
"Kamu sih Yang mulai...." Haris masuk ke kamar Lisa
"Lisa Kangen ayah mas....."
"Kita juga kangen kok..., tapi kita mesti sabar dan ikhlas, atas takdir yang digariskan pada kita..."
"Iya..mas, Lisa akan ikhlash.."
Haris memeluk Lisa, dan ibunya...., mereka bertiga berpelukan penuh cinta.


"Oh iya, ibu ada sesuatu untuk mu... Lis.."
"Apa bu......??"
"Sebentar.." Ibu haris keluar  menuju kamarnya.
"Aku juga ada sesuatu untuk mu" Haris ikut-ikutan..
"Apa sih..., jadi penasaran.?"
"Bentar ya..." Haris  menuju ruang tengah dan mengambil Ransel, yang dia letakkan begitu saja ketika ia datang tadi.
"Ih...Kompak banget ibu dan anak ya...? Jangan-jangan aku di kerjai lagi nuh..." Lisa curiga.

"Taraaaaa....." Bu Tono datang dengan sebuah kado berwarna merah jambu, sedikit  pita kecil menghiasi..
"Selamat hari lahir...ya nak..., semoga makin dewasa dan lebih bijaksana"
Lisa terdiam hening, sedikit kaget.
"Ahai!.. Aku juga punya sesuatu untuk kamu" Haris mengeluarkan bingkisan segi empat dari ransel besarnya., terbungkus dengan kertas kado berwarna biru.
"Met ultah ya...penakut..." Haris lagi-lagi mencubit hidung adiknya..
"Aduh! Ngasi kado tapi nyubit , sakit tau,"
Ibu tono tersenyum melihat hidung Lisa yang memerah.
"Ibu, mas Haris, terima kasih kadonya..., ku pikir ibu lupa dengan hari ini, dan aku,sengaja tidak mengungkit-ngungkit hari ini , karena tak ingin merepotkan" Mata Lisa mengembun lagi..
"Mana mungkin kami lupa...jelek."
Di sambut anggukan bu Tono.
"Sekarang buka dong..kadonya, apa kamu tak ingin melihat isinya...."
"Ih... Mau...donk bu..."
Lisa buru-buru membuka kado pemberian ibu nya.
Sebuah Mukena Cantik berwarna putih dengan sulam bunga-bunga,
"Ya..ampun bu... Bagus sekali makasih ya....,"Lisa mencium pipi ibunya.
"Syukurlah kamu suka, ibu harap kamu lebih rajin sholat, doakan ayah mu..."
"Iya...bu, apa ibu lihat Lisa pernah  ga sholat....??"
"Iya...iya.. Ibu tau."

"Sekarang buka kado dari aku donk..."
"Iya...iya... Sabar ngapa sih., waw...berat sekali, emang apa isinya kak.. Cor-coran semen ya atau batu bata?"
"Idih...tega nian dirimu menuduh ku seperti itu, makanya buka donk..., biar tau...."
"Waw... asyik” sebuah Note Book berwarna biru gelap , kini telah berada ditangannya.
Lisa melonjak girang.
“Terimakasih ya mas.....”
‘Iya... , tapi kamu mesti rajin belajar....”
“Oke..aku janji deh....”
“Awas...klo nggak..”
“Iya..iya.., ah!!”
“eh... kok jadi judes...”
“Biarin..weeeek....” Lisa menjulurkan lidahnya..
“Husss...kok malah berantem, kalian itu kakak adik harus rukun, ayah sudah tidak ada, kalau ibu tidak ada juga, bagaimana? Apa kalian musuhan? “ Ibu Tono menengahi.
“Nggak kok bu..Cuma becanda”
“Hmmm....” Haris mengejek..
“Oke deh... minta maaf, maafin ya kak...terimakasih hadiahnya, akan Lisa jaga dengan baik..” Lisa  memeluk Haris, Haris membalas pelukan adiknya, melihat itu Ibu Tono  ikut mmeluk keduanya, Mereka tersenyum bahagia penuh kehangatan.
Lagi-lagi Mata Lisa berkaca-kaca, Andai saja Ayah masih ada kebahagiaannya makin lengkap, Apalagi Note Book adalah hadiah yang pernah dijanjikan Ayahnya.

“Nanti ketika kamu berusia 17 Tahun, Ayah akan belikan kamu Laptop kecil”
“Kenapa mesti tunggu 17 tahun yah.., kelas satu sma juga butuh Laptop”
‘Iya.. tapi sekarang ayah belum punya uang, kamu sabar ya...”
‘Hmmm gitu ya..., oke lah..pak Hartono, S.Pd” Lisa bergelayut manja di lengan ayahnya

Mengalir air mata Lisa mengenang hal itu, semakin kuat rindunya pada Ayah. Tapi dia memendamnya dalam hati, dia tak ingin Ibu dan mas Haris tahu, takut membuat mereka sedih.
Dia hanya tersenyum dan bahagia dalam pelukan mas Haris dan Ibunya. Sungguh dia tak menduga akan mendapat hadiah dari keluarganya.

(SELESAI)

By:
Nova Violita ;)

Posting Komentar