13 TAHUN YANG TERAMAT SINGKAT




Pada Tahun 2002 aku ke Jakarta untuk Melanjutkan kan pendidikan disana, tinggal dengan kakakku. Ada rasa sedih meninggalkan ibu. Aku adalah bungsu dari lima bersaudara aku sangat dekat dengan ibu, karena aku juga orang yang paling lama tinggal bersama ibu.


Pada akhir Tahun 2004  aku telah menyelesaikan pendidikan  program D-3, dan udah janjian sama teman bakal cari kerja dan melanjutkan kuliah lagi. Ditahun yang sama  Qadarullah aku mendapat kabar bahwa Ibu tidak bisa berjalan, awalnya diduga asam urat. Tapi belakangan setelah melakukan Rontgen ternyata ibu mengalami osteoporosis , pengikisan tulang rawan bagian panggul. Akhirnya  awal tahun 2005 aku kembali ke kampung halaman dengan tugas menjaga Ibu , Ayah ku ada tapi tentu tidak bisa karena diapun harus bekerja.


Awal yang berat


Ibuku bukan tidak bisa berjalan sepenuhnya, tetapi tertatih-tatih dengan bantuan Walker. Awal menjalani cukuplah berat, bukan soal mengurus ibu, tetapi tentang psikologis ibu  yang agak terguncang. Dia adalah orang yang aktif , rajin, selalu ada yang dikerjakan, dia begitu terpukul dengan keadaan yang ia alami. Ibu jadi orang yang sangat sensitif, ada perasaan takut ditinggalkan, ada perasaan bahwa kami tak membutuhkannya lagi. Jika marah dia tidak segan membanting piring, atau marah dan menangis, bahkan berteriak, istilah sekarang “baperan” gitulah suka mendramatisir keadaan . Melihat keadaan seperti itu terus terang sangat menguras emosi, tak jarang akupun menangis, semoga selalu diberi kekuatan dan kesabaran merawatnya. Bahkan untuk meninggalkannya  sendirian dirumah ada rasa takut, biasanya kalau aku ada perlu miisalnya membeli sesuatu, pisau dapur, gunting , aku sembunyikan takut ibu bunuh diri.


Makin kesini ibu semakin Sabar dan tabah apa yang telah ditakdirkan padanya. Karena ibu tak ada kerja lagi cuma duduk saja, ia jadi punya waktu banyak untuk mengaji, ntah berapa ratus kali ia khatam Al-Qur'an,  rajin puasa, solat sunah Dhuha , dan Tahajud. Walau terkadang masih ada yang ia sesali “ kenapa ia jadi begini”, namanya manusia hati terkadang selalu bolak balik. Aku hanya bisa menenangkannya, bahwa ini adalah proses, dulu kita tidak ada kemudian kita dilahirkan , merangkak, berjalan , kemudian tumbuh menjadi anak-anak hingga dewasa, lalu kemudian tua dan kembali tak bisa apa-apa. Bersyukur lah Ibu ada anak-anak ibu yang menyayangi dan merawat , kelak aku tua renta aku belum tau nasibku seperti apa.





Aku bersyukur, aku-pun mendapat pekerjaan setelah hampir 2 tahun menganggur, dan kerja sangat fleksibel waktunya. Jadi, pagi hari  aku sudah selesai masak menyiapkan sarapan, dan makan siang nya, baru kemudian aku pergi kerja.


Ibu terserang diabetes.
Seperti yang aku ceritakan tadi, bahwa ibu orang yang aktif dan gak bisa diam. Walaupun dia suka makan manis dan gorengan yang menjadi hobinya tentang saja tidak masalah karena kalori terbakar terus. Lain cerita ketika ia tak banyak aktifitas kalori menumpuk di tubuh dan akhirnya terserang diabetes. Awalnya tidak pernah berpikiran kesana, ibu happy gak suka marah-marah adalah sebuah kemajuan, apalagi selera makannya baik. Tapi nyatanya itu menimbulkan penyakit baru, diabetes dan kolesterol. awalnya tidak menyangka. Awalnya tubuh ibu kurus mendadak, dan ada  semacam biru diatas tumitnya yang susah hilang. Setelah cek gula darah, tersentak kaget mencapai angka 400. Mulailah menjaga makan ibu, tapi ibu gak sabar dan bosan. Dia tetap suka gorengan dan teh manis yang akhirnya aku ganti dengan zero kalori. Kadar gula darah selalu naik turun. Jika tidak disajikan dia suka ngomel dan memaksa. Tapi biasanya aku juga sedikit ngomel mewanti-wanti, kadang diterima, kadang tidak , namanya juga orang tua agak susah ,gak mau juga dibilang durhaka. Ngerawat ortu lansia itu melebihi merawat bayi butuh kesabaran luar biasa dan ketulusan tanpa batas.
Sebuah kenangan , sekitar 12 tahun yang lalu


Saat aku menikah ibu sempat nyeletuk “ kalau kamu menikah , nanti mungkin dinomor duakan” timbul lagi anggapan atau perasaan akan ditinggalkan. Alhamdulilah  sampai punya anak ibu tetap terladeni. Bersyukur punya pasangan yang sangat mengerti dengan keadaanku. Karena Tuhan memberikan kan jodoh atau apapun sesuai yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.


Bahkan diakhir-akhir hidup ibu , ketika ia tak bisa lagi menggunakan Walker, hanya terbaring ditempat tidur, dan suami mau membantu mengangkat kan kekursi roda karena aku gak kuat mengangkatnya. Ya, suami mau melakukan itu ketika kakak kedua ku berhalangan datang karena suatu hal. Kami sebenarnya 5 bersaudara, kakak nomor 1 dan 3 berdomisili di Jakarta , kakak no 1 ikut suami dan yang nomor 3 adalah seorang guru di SMP Negri Jakarta. Sedangkan kakak nomor 2 dan Abang ku tinggal di daerah yang sama cuma sedikit berjauhan dan karena kesibukan kerja masing-masing Abang ku tidak bisa sering datang paling seminggu sekali, sedang kakak nomor 2 hanya berjarak 400 meter hanya saja punya anak berkebutuhan khusus yang sulit ditinggalkan tapi 2 hari sekali dia datang, dan ketika setahun sebelum ibu meninggal memandikan ibu adalah tugas kami berdua.


Aku yang tinggal bersama ibu otomatis aku lebih banyak menjaga ibu. Saat istirahat siang biasanya aku pulang, untuk melihat ibu mungkin popok nya penuh atau bantuan yang lain, jika pup ibu lebih suka aku yang meladeni dan membersihkan walaupun kadang kakak yg lain ada dirumah. Ayah ada dirumah tapi punya asma dan sama-sama sakit, jika aku kerja ayah cuma bisa bantu mengambilkan apa yg ibu nginkan seperti minum, atau mengambilkan makan ibu.


Perasaan Cemburu
Aku merasa sendirian ketika malam hari. Apalagi jika ibu merasakan sakit pada tulang-tulangnya dia sering minta tolong memijat dan satu malam bisa 2 atau 3 kali. Aku pikir osteoporosis nya parah ditambah derita diabetes yang ia idap. Serta melayani yang lain, yg waktu tidur itu sangat kurang. Aku memilih tidur didekat ibu biar ketika minta tolong aku sudah ada disampingnya. Jika dia merintih menangis , aku terkadang ikut menangis. Tidak tahu mungkin ada setan yang lewat dihati ada perasaan Cemburu pada saudara yang lain, kadang ada rasa dongkol, apalagi jika sudah 2 atau 3 hari tak satupun datang melihat dan menghibur ibu. Menyelip pikiran jika ibu tiada malam ini mungkin hanya aku yg menghadapi. Namun hati berbalik lagi aku istighfar berulang-ulang. Demi Tuhan aku bukan tidak ikhlas merawat ibu tapi hati manusia selalu jadi sasaran empuk setan untuk menggoda. Hatiku selalu kupupuk semangat, aku berharap ini adalah tabungan ku, kelak ketika aku renta menua , anak-anak juga merawatku dengan kasih sayang.


Menjelang Ibu Wafat
Ntah kenapa aku merasa kakak ku nomor 3 perasaan nya lebih sensitif dibanding aku. Dia menjadi takut kehilangan ibu, tapi mungkin saja karena ia mau berangkat naik haji dan ada rasa takut ketika pulang tak menemui ibu lagi. Awal Ramadhan tahun lalu ia datang ke kampung halaman hanya seorang diri. Kemudian seminggu puasa dia kembali pulang ke Jakarta. Dan pertengahan bulan puasa Kakak ku yang nomor 1 pulang kampung karena saat lebaran tidak bisa datang. Alhamdulilah aku merasa berteman dirumah , aku kadang malu dengan sangka buruk ku yang terkadang menyesak , aku tahu mereka sesungguhnya juga sangat perhatian dan sayang pada ibu.  Dan menjelang lebaran kakakku yang nomor 3 balik kampung lagi bareng suami dan anak-anak. Aku bersyukur melewati lebaran ceria berkumpul bersama keluarga. Setelah lebaran mereka kembali ke Jakarta. Sebelum pulang ia mengingatkan agar aku sabar merawat ibu, dan meyakinkan aku bahwa Tuhan tak pernah tidur percayalah bahwa pahala takkan pernah tertukar. Ya Allah aku menangis mendengarnya. Kakak ku benar, seharusnya aku menepis setiap sangka buruk itu lewat.




Seminggu setelah lebaran dan aku kembali bekerja, aku ada merasakan hal aneh dengan ibu ,dengan orientasi waktunya. Saat aku dikantor ibu menelepon ku agar pulang, katanya ia pup. Kulihat jam menunjukkan jam 3 sore lewat , aku bilang tanggung karena jam pulang kantor jam empat, emang sekarang jam berapa katanya, aku bilang jam 3, eh ternyata dia menyangka itu jam 12 siang. Lah, jadi kapan ibu BAB , dia bilang gak tau. Sebelum kesadaran menurun  setiap bangun tidur selalu menyangka pagi itu sore , sore itu pagi. Keadaan makin lemah, kakakku kembali balik kampung lagi, ya ..karena ada perasaan takut ibu bakalan kenapa-kenapa kami bawa ibu ke puskesmas beberapa hari, kemudian kami bawa pulang. Dan kakakku balik ke Jakarta lagi karena tanggal 11 Juli akan masuk sekolah dan ada jadwal manasik Haji. Seminggu di Rumah keadaan ibu makin menurun, akhirnya ibu dirujuk ke RSUD. Didalam ambulan yang meraung-raung  itu aku dan kakak no 2 menangis dan berdzikir tidak berhenti, ya Allah situasi semacam in tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kami berpelukan akan kah ibu meninggalkan kami?


Sekitar tanggal 16 Juli sore Ibu tertidur lemah di ruangan ICU dengan kesadaran yang jauh menurun, jika bersuara yang dipanggil hanya namaku misalnya  ketika ia batuk dan merasakan ada dahak yang menempel di bibirnya, dia bilang “Nova lapkan mulut ku” Matanya terus terpejam jika melek itu hanya beberapa detik , kemudian terpejam lagi.  


Pada tanggal 18 Juli kakakku nomor 1 datang dari Jakarta untuk membantu menjaga ibu. Alhamdulilah ruang ICU boleh dijaga dua orang, sehingga kami leluasa untuk berdzikir dan berdoa dekat dengan jarak amat dekat ,bergantian mengaji. Itulah rutinitas kami tak henti mengaji dan menangis. Pada pagi Sabtu 22 Juli kesadaran ibu sangat jauh menurun ketika dirangsang cubitan oleh dokter ia tak merespon sama sekali biasanya dia akan bilang “aduh”. Nafasnya terlihat tersengal-sengal. Dokter menyarankan agar Ibu selalu di jaga dan didoakan. Ya Allah kami menangis, kakak ku menelepon Abang agar kembali lagi ke rumah sakit karena dia juga baru pulang dari RS , dan membawa serta kakakku nomor 2.  Dari siang Sabtu itu kami berganti-ganti mendzikirkan Ibu.


Sehabis Maghrib kami berlima termasuk suamiku bergantian mendzikirkan ibu ku, bersyukur penjaga,dokter dan perawat mengizinkan kami. Dan malam itu nafas yang tersengal-sengal mulai melemah, Kakakku yg no 3 sempat mendzikirkan ibu lewat Video Call. Aku merasa malu mendahului Tuhan juga karena pernah berpikir akan menunggu ibu sendirian di detik-detik seperti ini. Sedangkan Ayah tetap dirumah, karena keadaan kurang sehat juga. Kami tak ingin Ayah jadi down karena melihat Ibu seperti ini. Tapi tetap kami kabari agar  terus berdoa dan mengaji dirumah. Dan tibalah pada nafas yang terlemah, kakak ku terus berdzikir ditelinga kanan ibu sedangkan Abang ku ditelinga kirinya, kakak yang no 2 terus mengaji menyelesaikan surat Almulk yang ia baca Aku menangis memegang kaki Ibu, suami ku duduk tertunduk bersandar didinding ruang ICU keadaan terasa begitu mencekam. Terlihat detak jantung dilayar monitor melemah dan kian lemah. Sampailah pada titik ketika ibu dikatakan “tidak ada lagi” kami tersedak menangis, kakak ku no 1 begitu tabah dalam Isak mewanti kami untuk tidak menangis histeris. Aku dan suami berpelukan dalam tangis. Suami ku bilang tak ada yang harus disesalkan kamu sudah puas menjaga dan merawat ibu sejak gadis , menikah hingga punya anak.


Teringat suatu saat ibu berkisah, meghadapi sakratul maut  itu amatlah sakit dan melelahkan , berjutaan godaan datang bergantian. Itulah sebab kenapa ketika sakratul maut harus dibimbing pada kalimat tauhid , agar fokus menuju pada sang Khaliq. Dan kami anak-anaknya telah mengantarkan nya pada titik itu. Kakak ku yang nomor 3  ingin ikut mengantar kan ibu pada peristirahatan terakhir walaupun pagi itu ada pertemuan haji untuk keberangkatan tanggal 25. Ia mengambil penerbangan pagi dari Jakarta, dan tiba di rumahku sekitar pukul 10.30 pagi.

Ahad 22 Juli pukul 11 siang kami bersama mengantarkan Ibu pada peristirahatan terakhirnya dengan doa terbaik untuknya.
Ziarah setelah satu hari wafat ibu


Teramat Singkat
13 tahun merawat nya terasa begitu amat pendek. Aku sama sekali tak mengingat ketika merawatnya dirumah, tak ingat ketika menceboki dan memasangkan popok untuknya , atau mengingat ketika harus memijat kakinya ditengah malam. Semua terasa begitu cepat berlalu. Kadang yang terbayang hanya merawat nya dirumah sakit, karena begitu sedih melihat dia kesakitan dan  menyaksikan susu harus melewati hidungnya.


Bersyukurlah buat kalian yang masih memiliki ibu, masih bisa merawat dan menyayanginya. Mungkin tak punya waktu untuk jalan-jalan , terlalu sempit waktu untuk hangout bersama teman, atau hilang kesempatan untuk sesuatu yang kita inginkan, atau ada rasa kecemburuan pada saudara yang lain. Percayalah bahwa Tuhan tak pernah tidur, ia akan membalas kebaikan walau sebesar biji sawi, dan pahala baik yang takkan pernah tertukar. Jangan pernah merasakan itu sebuah beban. Karena sepeninggalnya bisa saja Allah akan titipkan beban yang lebih berat untuk kita. Na'udzubillahimindzalik. Jika jauh , sempatkanlah berkunjung seminggu sekali, dua minggu sekali . Jangan seperti tukang galon, tukang service AC , atau tukang sedot WC, ditelepon dulu baru datang mengunjungi.



Beberapa hari lalu aku mampir ke Instagram Ust. Abdul Shomad . Sebuah postingan menjawab pertanyaan seseorang karena perasaan tidak suka terhadap Ibu.



“IBU MU
Kalian kasih dia makan sampai mati
Kalian buatkan istana
Kalian belikan gelang emas 2 Kg
Kalian gendong Haji ke Makkah
Kalian minum air cuci kakinya
Belumlah dapat membalas setetes darah dagingnya yang robek saat mengeluarkan kalian dari gelapnya rahim ke terangnya dunia”



Aku jadi teringat akan ibu ku Salmiah binti Muhammad, dan merindukannya lalu menuliskan ini.
Allahummaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu’anha. Aamiin

Baca juga : Mengajak Anak Ziarah Makam, Mengapa Tidak

13 komentar

  1. innalillahi wa innailaihi rajiun. ikut berduka cita meski sudah terlambat mengucapkanya. aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan karena aku juga sudah tidak punya kedua orang tuaku. ibumu bahkan di usia tuanya masih menyisakan kecantikan yang menawan. pasti masih mudanya dulu cantik sekali beliau.

    BalasHapus
  2. Ah, meleleh bacanya ... bersyukurlah bisa merawat Ibu walau cuma 13 tahun. Semoga apa yang dilakukan dinilai sebagai amal ibadah ya ...

    BalasHapus
  3. Semoga ibu husnul khatimah mbak.
    Benar mbak... Saya pernah menyaksikan beberapa anak yg merasa tdk sabaran mengurus ortunya.
    Sedih, karena oranag tua dulu tdk pernah berpamrih saat mengurus anak2 waktu kecil..

    BalasHapus
  4. انا لله وانا اليه راجعون
    اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ


    Semoga Allah melapangkan kubur Ibunda tercinta.
    Barakallahu fiik, kak...sudah diingatkan kembali untuk senantiasa berbakti pada kedua orangtua, terutama Ibu, Ibu, Ibu lalu Ayah.

    BalasHapus
  5. Aku sedih baca kisahmu mba Nova. Tapi, aku yakin 13 tahun menjadi pengalaman indah karena kakak sudah merawat ibu dengan penuh kasih sayang. Insya allah, doa anak yang sholeh dan sholeha akan membuatmu ibu kak Nova tersenyum dari surga sana.

    La Tahzan, keep hamasah :)

    BalasHapus
  6. Baca dari awal hingga akhir, mewek akhhirnya T_T
    Bersyukur bisa dapat kesempatan merawat ibu selama itu nggeh mbak,
    Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. semoga Almarhumah ibunda ditempatkan yang terbaik disisi-Nya. Aminn
    Kesentil banget sama yang postingan UAS,
    Terima kasih untuk sharing postingan ini, mbak

    BalasHapus
  7. aduh aku berkaca-kaca mba.. jadi kangen ibu di kampung sana

    BalasHapus
  8. Semoga Ibunya dilapangkan kuburnya ya Mbak. Mbak Nova beruntung karena bisa merawat Ibu. Ada tuh orang-orang yang nengok saja gak mau, anggap Ibu atau ortu yang sakit itu beban. Kuncinya dinikmati dan bersyukur

    BalasHapus
  9. Allohumagfirli dzunubi waliwalidayya warhamhuma kama robbayni shogiro .
    Semoga almh diberikan tempat yang terbaik di alam sana mbak
    aku jdi ingat almh nenek yang sakit ckup lama sblum meningal , sedih bgt saat lihat beliau gak bisa beraktivitas dgn normal .
    Semoga niat kita selalu diluruskan ya mbak untuk selalu merawat dan menyayangi orangtua kita

    BalasHapus
  10. Semangat yang luar biasa, mbak. Keren. Hebat. Belum tentu orang lain bisa seperti mbak. Semoga ibunda khusnul khotimah, mbak. :)

    BalasHapus
  11. Mbak Nova aku jd kangen ortuku...
    BTw dulu kami juga merawat nenek di rumah dan emang kerasa sih ada waktunya lelah dll, tapi kalau ingat pahala dan memang kasi sayang itu gak akan jd itung2an ya mbak.
    Btw kalimat Ustadnya itu majleb ya :(

    BalasHapus
  12. Sedih banget kalau udah menyangkut sama orang tua, semoga ibu khusnul khotimah ya mbak nova..

    BalasHapus
  13. aku ingat ibu
    tulisannya benar-benar dari hati mbak
    aku baperan kalau baca yang gini
    masya Allah, insyaallah pahala mbak sangat besar karena sudah mengrus ibu dengan baik

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungannya, jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya di sini yach...:), Tidak terima komentar spam dan komentar mengandung Link,brokenlink , dan harus menggunakan nama semestinya , anonim dan merk tidak akan diterbitkan.