Mata X jauh menatap kedepan, kosong, tapi seperti
ada pengharapan lalu bergumam.“Bagaimana ini ya, antara ingin diceritakan atau tidak”, dasar aku
manusia kepo lalau aku membujuknya untuk bicara. Lalu dia bercerita setengah
berbisik, bahwa dirumahnya ada seorang anak gadis yang tak gadis lagi yang sengaja
dititipkan ibunya ( ibu si gadis) karena diketahui “berbadan dua” . Aku ikut terperanjat, “
lah.. , kenapa pakai dititipkan , kenapa tidak dinikahkan saja dengan pria yang
sudah membuatnya hamil”. Kemudian X
melanjutkan ceritanya , bagaimana mau menikahkan? pria yang membuatnya seperti
“itu” tak diketahui orangnya, karena si gadis beberapa kali nginap di hotel
(aku gak tau alasan gadis nginap, apa sengaja “melayani” tamu ntah bagaimana
yang jelas bukan diperkosa). Anehnya ibu si gadis malah menyembunyikan dari suaminya, malah
menitipkan anaknya jauh ke pelosok desa tempat X tinggal.
Ini bukanlah hal kecil atau
sepele, walaupun zaman sekarang kejadian seperti tak asing lagi ,tapi bukan artinya hal
seperti ini boleh-boleh saja. Ada yang mengganjal pikiran aku, kenapa ibu si
gadis menyembunyikannya dari suami. Apakah takut dengan suaminya, apakah takut
suami akan menyalahkannya?. Seorang ibu memang memiliki hubungan yang dekat
dengan anak, tapi ayah juga memiliki
tanggung jawab yang sama dalam mendidik dan mengawasi anak bukan sekedar pencari nafkah
semata.
Kesal, Geram, marah, malu pasti
menyatu saat pertama mengetahui anak
seperti itu, bahkan tak segan memukul anak. Tapi kemarahan tak
akan menyelesesaikan masalah , perlu kepala dan hati yang dingin untuk
menyelesaikannya, jika tidak maka
keputusan yang diambil bisa lebih menjerumuskan. Jika sudah kejadian seperti
ini Ibu dan Ayah harus ikut dalam menyelesaikan masalah, dan tidak bisa saling menyalahkan. Harus
dipikirkan berdua solusi seperti apa yang mesti dilakukan. Dengan ikut andilnya
orang tua atau keluarga terdekat paling tidak mencegah tindakan atau keputusan
yang lebih buruk, seperti bunuh diri, membuang bayi, bahkan membunuh bayi, seperti
kasus yang viral baru baru ini yang dilakukan remaja 17 tahun.
--
Makin kesini pergaulan remaja
bikin orang tua jantungan. Terkadang
kita terlalu cepat menuduh orang tua tentang kesalahan anak, melihat seorang anak memaki
berkata kotor, pakaian yang tak sopan,kita lalu bilang “ siapa
sih orang tuanya??, emang anak gak di ajarin yang baik apa?”, “ Pasti anak ini di didik dengan makian, makanya anaknya begitu”. Padahal orang tua di rumah begitu disiplin, cuma
ancaman dari luar begitu mengerikan, pergaulan
kadang mengajarkan mereka pada kekasaran, mengenalkan mereka pada narkoba dan
lainnya, bahkan untuk anak setingkat SD. Ini jadi alarm buat aku pribadi, jika zaman sekarang saja sudah begini apalagi 10-15
tahun mendatang ketika anak ku remaja
nanti, memang membuat rasa was-was sendiri.
Berikut beberapa upaya yang bisa
kita lakukan sebagai seorang tua untuk mencegah anak agar tidak terjerumus
kedalam tindak kejahatan atau bisa dibilang maksiat (bahasanya ngeri banget yak).
Sebenarnya ini buat pengingat pribadi saja sih, karena setiap orang tua pasti
paling tahu apa yang terbaik buat anaknya, paling tahu apa yang harus
dilakukan. Setiap orang punya pandangan yang berbeda, kali cuma aku yang orangnya
agak parno-an atau berlebihan.
Kenali teman akrab anak/ pergaulannya. Kita sebisanya harus tahu siapa
teman akrabnya, bagaimana orangnya, apakah akan membawa pengaruh baik atau
tidak. Memang agak susah ya, jika teman
dekat sekitar rumah mungkin kita bisa mengenali orang tuanya juga, paling susah jika teman
sekolahnya. Kita mungkin bisa bertanya pada anak bagaimana teman-teman disekolahnya. Dengan begitu kita tahu dengan orang-orang seperti apa anak kita bergaul.
Memantau anak dalam berjejaring sosial. Anak gak akan nolak berteman
dengan orang tuanya di sosial media semacam facebook dan instagram, asal kita
gak ricuh dan ikut koment di statusnya dia. Jadi jika ada sesuatu kurang sreg misalnya nge
share link saru, ngomong kasar, kita bisa menegurnya diluar agar dia
menghapusnya. Tapi anak-anak pintar ya? takut dikuntit ortu, eh akunt digembok,
mungkin kita bisa mengsiasatinya dengan bikin akun palsu..hehehehe (namanya
juga usaha). Cari tahu siapa yang mereka ikuti, siapa
idolanya dan ngefans sama siapa, anak punya sifat yang berbeda dan kadang
bersifat tertutup sama kita, jadi sudah seharusnya kita mencari tahu bisa bertanya langsung bisa juga mencari tahu sendiri.
Menanamkan keyakinan pada anak bahwa jadi jomblo itu bukanlah kehinaan. Tak pernah punya pacar bukanlah sesuatu yang
memalukan. Banyak orang tua yang kadang
suka risih kalau anak gak punya pacar,
lucu aja sih. “ Kamu nih ngeram aja dirumah, kuper, coba tuh si anu sudah punya
pacar”, atau ada rasa bangga jika anak sudah punya pacar , padahal pacar belum
tentu jodoh. Dan akhirnya “kejadian” seperti saya tulis diatas kebanyakan dilakukan sama
remaja yang berpacaran, yang katanya sebagai bukti cinta.
“kamu cinta gak sama aku”
“iya, aku cintaaaa banget sama
kamu”
“ boleh aku cium gak..??, katanya
cinta, mana buktinya”
Nah, biasanya selalu diawali
begini, menuntut bukti cinta membuat gadis tanggung jadi galau, dan takut
ditinggalkan, akhirnya menyerah pada kecupan (awalnya) dan kemudian pelan-pelan
………… “despacito”. :D
Wajib banget kita
tanamkan bahwa cinta itu sangat tingg nilainya, anugrah Tuhan yang patut disyukuri. Sangat tak pantas cinta harus dibuktikan
dengan hal remeh temeh seperti ciuman atau seks diluar nikah. Harga cinta
itu sangat mahal, yaitu sebuah pernikahan. Jika cuma seks itu namanya nafsu dan hewan pun bisa melakukannya.
Memberikan pendidikan agama sejak dini. Menyekolahkan anak ke
sekolah agama bukan bermaksud intoleran pada agama lain, lagi pula agama tak
menghalangi untuk bergaul dengan yang berbeda agama. Khusunya agama islam itu
sangat rumit, karena segala sesuatu diatur dengan rinci, mulai cara berpakaian,hingga
bagaimana bergaul dengan lawan jenis. Dengan begitu diharapkan anak-anak jadi
terbiasa untuk taat pada aturan agama, dan ada perasaan takut kepada sang
pencipta, ada rasa takut dan berdosa ketika akan melakukan sesuatu yang
melenceng. Pendidikan agama memang tak hanya didapat disekolah, jika kita
menyekolahkan anak disekolah umum dengan alasan tertentu, mungkin kita bisa
memberikan les agama dan kita pun sebenarnya adalah madrasah pertama dan utama bagi anak.
Jangan pernah berhenti mendo’akan
anak. Pastinya kita tak bisa terus mengawasinya
24 jam. Sebagai manusia yang punya keterbatasan, kita hanya mampu meminta Tuhan
untuk mengawasi , dan menjaga hatinya agar terhindar dari niat untuk melakukan
hal buruk.
Tugas orang tua memang berat,
tapi kita harus mengupayakan yang terbaik untuk anak kita dan untuk tanggung
jawab kita diakhirat nanti. Tapi jika
upaya yang kita lalukan tak membuahkan hasil dan terjadi juga , mungkin Tuhan
memberi ujian pada kita, agar kita lebih intropeksi diri untuk menambah
ketaqwaan kita kepadanya.
#Wallahualam #selfreminder
---