Bahasan kali ini sedikit menyinggung pelajaran bahasa Indonesia, karena aku ingat ada salah satu bab pelajaran bahasa Indonesia kalau nggak salah ketika aku sekolah smp, yang membahas tentang perluasan makna, penyempitan makna, peyorasi dan ameliorasi. Hmm, tapi gak serius banget, tapi ini penting karena merupakan bagian perkembangan bahasa di tanah air Indonesia kita #halaaaah :D. (Paragraf pertama aja udah bikin males)
Penyempitan dan perluasan makna sebuah kata itu ternyata di pengaruhi perkembangan jaman. Terbukti sekarang banyak sekali istilah –istilah baru yang muncul, yang dulu mungkin sudah ada tapi sangat asing terdengar ditelinga, dan sekarang ternyata justru jadi familiar banget.
Oke kembali ke judul, Ketika Panggilan Mengalami Penyempitan Makna. Jadi dulu saat belajar ibu guru menerangkan kalimat yang ada di buku cetak tentang beberapa contoh kata panggilan yang mengalami perluasan makna adalah kata “ibu” jika dulu ibu hanya panggilan untuk wanita yang melahirkan kita , kini ibu bisa digunakan untuk panggilan ke semua wanita yang dihormati tak hanya lebih tua usia tapi juga karena pangkat, misalnya ibu guru, ibu camat dll.Contoh panggilan yang mengalami penyempitan makna adalah kata “bibi” jika dulu adalah panggilan untuk istri paman, atau orang dewasa yang usianya lebih muda dari orang tua kita, tapi kini bermakna lebih sempit yaitu panggilan untuk yang bantu-bantu dirumah/ ART.

Setelah 20 tahun berlalu ternyata banyak berubah, jika dulu dengan maksud menghormati dan kelihatan lebih sopan, ternyata kini justru berbalik dan dianggap tidak sopan. Jika dulu panggilan “mbak” untuk daerah jawa itu adalah panggilan halus dan sopan bahkan anak kecil perempuan juga dipanggil mbak. Tapi ternyata panggilan mbaK itu memiliki makna yang khusus dan sempit yaitu mbak-mbak yang bantu-bantu dirumah. Ah ..ternyata jaman membuat orang ingin selalu dipanggil muda kalau dulu bibi sekarang jadi mbak, naik pangkat satu generasi :D.
Terus yang dipanggil mbak dipanggil apa?. Nah, karena tak ingin disamakan dengan yang bantu-bantu dirumah yang mbak-mbak maunya dipanggil “kakak” , bahkan anak kecil sekalipun. Keponakan ku usia 8 tahun juga tidak mau dipanggil mbak, jadi ceritanya sepupu aku yang di Jakarta mudik ke Riau, dia punya anak cewe usia sekitar 8 atau Sembilan tahun gitu, maksud hati sih mau ngajarin Hamid hormat sama yang lebih tua jadi manggilnya “mba Keysa”, terus sepupuku aku nyolek “stttt.. jangan panggil mbak, dia gak mau dipanggil mbak maunya dipanggil kakak”,”Loh..kenapa?”, “iya.., dia bilang emang keysa mbak-mbak yang masak dirumah”. Oalaaaaah…, aku jadi ngikik dalam hati, Kids jaman now (eh istilah ini beberapa bulan lalu belum ada).
Oh, Iya ada satu kisah lucu yang baru kemarin diceritakan kakak ku. Jadi saat dia kepasar , ya namanya didaerah pasarnya emang tradisional banget, banyak yang jualan cuma gelar tikar terus naroh sayur dan ikan sungai begitu saja. Jadi ceritanya kakak ku belanja dan mau tanya harga “ mak, mak itu harga ikan nya berapa?” itu yang jualan nunduk dan gak peduli, dan kakak ku nanya sampai berkali-kali tapi yang jualan cuek aja. Akhirnya nanya sama yang jualan disebelah “itu kenapa?”, yang ditanyain tentu saja nggak tau, akhirnya yang jualan buka suara sembari ngomel sodara-sodara! , mau tau apa katanya. “Enak aja manggil mamak-mamak, awak masih muda gini, panggil kakak lah!”. Ya tuhan, terus kakak ku bilang, kalau aku mah terserah aja mau dipanggil orang, kakak,mamak, ibu asal jualan laku. Padahal tu ibu-ibu yang jualan udah tua juga dan sudah punya anak cucu. Ah ternyata panggilan ‘kakak’ sudah merembet ke area pasar hahhaaha, gak mau dipanggil emak-emak, apa disuruh bikin blog dan gabung ke emak blogger dulu ya?

Ternyata kini menyebut dan memanggil dengan sebutan lebih tua itu dianggap kurang sopan. Dan fenomena ini disadari oleh pelaku bisnis, yang berdagang, bahkan tukang angkot dan tukang ojek sekalipun. Jadi agar dapat pelanggan dan pelanggan senang maka abang tukang ojeg dengan senang hati memanggil pelanggannya “kakak”, walaupun ibu-ibu dan bercucu. :D, apa lagi si ibu yang dipanggil kakak itu tersenyum menyeringai #apaansih.
Kalau aku pribadi sih terserah saja mau dipanggil siapa, dipanggil ibu boleh walau agak baper ,wkwkwkwk, dipanggil kakak juga lebih bergairah :D. Cuma jujur saja belum bisa move on dari panggilan kakak walau sekarang sudah bisa menyadari bahwa banyak yang memanggil ibu.

Memang sudah naluri perempuan ingin selalu terlihat lebih cantik dan lebih muda, dan iri liat Puspa Dewi masih seger burger diusia 50 tahun. Jangan iri kalau kitanya aja malas merawat tubuh dan mandi suka dijamak, jangan iri kalau lebih senang makan jeroan, kaki dan kepala ayam daripada ngunyah wortel mentah. Emangnya siapa yang iri sih?! ;D *celingak-celinguk. Dan bahkan ada yang tidak mau pakai kerudung karena takut terlihat seperti orang tua atau takut dipanggil ibu. Aduh..kalau alasan belum siap mungkin masih bisa diterima ya, karena soal hati. Tapi kalau takut dipanggil ibu-ibu kok ya berlebihan, kan jadi doa kalau ada yang manggil dengan sebutan “ibu haji”, pada hal nginjek pasir mekah aja belum pernah hehehe. Sekarang kerudung kan sudah banyak modenya , bahkan makainya juga simple dan gak ribet seperti kerudung pashmina , dan banyak bermunculan hijab – hijab terbaru yang membuat penampilan lebih anggun dan muda.
Satuhal yang kita sadari ternyata kita berada dizaman dimana setiap orang ingin gak mau disebut tua. Kalau teman-teman disini suka dipanggil sebuatan apa sih, mba, kakak, tante, atau ibu?. hmm… aku juga pernah dengar ada yang gak mau dipanggil tante, “enak aja..emang saya tante-tante”. Memang nya “tante-tante” disini punya makna yang menyempit juga kah..?? apakah tante-tante itu memiliki aroma negatif atau bagaimana? (serius nanya). O iya? buat yang laki-laki sukanya dipanggil mas, bapak, om, atau babang ,ah..jadi inget Hamish Daud:D, efek kebanyakan ngikutin akunt gossshhhhhip.